32 Tahun Pascal Gross Menanti, tapi Posisinya di Timnas Jerman Malah Terancam

Pertunjukan sirkus kembali ditunjukan oleh Manchester United. Mereka kembali dicabik-cabik oleh The Seagulls di kandang sendiri. Di balik kekalahan 3-1 atas Brighton itu, ada satu pemain Brighton yang jadi sorotan. Dia adalah Pascal Gross. Gelandang berkebangsaan Jerman itu bagaikan momok menakutkan bila tampil melawan Jonny Evans cs. 

Dengan catatan tujuh gol, United jadi tim yang paling sering dibobol sepanjang karirnya. Gross sudah enam tahun jadi andalan di lini tengah Brighton. Namun, ia baru dipanggil Timnas Jerman di usia yang sudah menginjak 32 tahun. Bayangkan, sesabar apa Gross menanti panggilan negaranya. 

Memulai dari Klub Antah Berantah

Dibesarkan oleh ayah yang juga mantan pesepakbola membuat Pascal Gross tak kesulitan untuk membangun karir sepakbola. Ia bahkan bermimpi untuk membela Timnas Jerman suatu hari nanti. Mimpinya itu dimulai saat ia menimba ilmu di akademi Hoffenheim tahun 2007. Ia bergabung pada usia 16 tahun setelah sebelumnya ditempa oleh ayahnya sendiri di Neckarau.

Sayangnya, ia dirasa tak layak untuk menembus skuad utama yang kala itu dilatih Ralf Rangnick. Gross pun dilepas secara gratis ke Karlsruher setelah hanya mencatatkan enam penampilan di skuad utama. Gross hampir putus asa, tapi FC Ingolstadt datang untuk kembali membangkitkan semangat Gross.

Klub yang kini berlaga di divisi ketiga Jerman itu mendatangkan Gross pada tahun 2012. Klub baru Gross memang biasa-biasa saja. Riwayatnya di persepakbolaan Jerman juga nggak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan Hoffenheim atau Karlsruher. Tapi Ingolstadt begitu menghargai potensi Gross.

Saat Gross bergabung, Ingolstadt masih berlaga di divisi kedua Liga Jerman. Berbeda dengan dua klub sebelumnya, Ingolstadt tampaknya lebih sabar dalam menanti ledakan Pascal Gross. Setahun berselang, saat tim dipegang oleh Ralph Hasenhüttl potensi Gross mulai terlihat.

Terus Jadi yang Terbaik, tapi belum Layak

Gross mulai jadi andalan di lini tengah Ingolstadt. Hasenhuttl sangat bergantung padanya. Kreativitas dan etos kerjanya di lapangan membantu tim untuk terus maju. Puncaknya pada musim 2014/15, Gross jadi bagian penting Ingolstadt menjuarai 2. Bundesliga sekaligus promosi ke kasta tertinggi.

Musim tersebut jadi musim terbaik Pascal Gross di Ingolstadt. Gross jadi gelandang yang paling sibuk dalam memberikan umpan kunci ke rekan-rekannya. Ia bahkan keluar sebagai gelandang yang paling sering menciptakan peluang untuk Ingolstadt. Itu dibuktikan dengan catatan 23 assist dalam 34 pertandingan liga.

Dengan lonjakan performa yang signifikan, ia berharap Joachim Low akan memanggilnya untuk EURO 2016. Sebagai pelatih, Hasenhuttl pun sempat merekomendasikan namanya untuk masuk skuad Der Panzer. Sayangnya, performa apik Gross muncul di generasi yang salah. 

Low masih percaya pada generasi emas yang mampu mengantarkan Jerman juara Piala Dunia 2014 untuk berlaga di EURO 2016. Toh saat itu, Jerman masih mempunyai stok gelandang yang sangat melimpah. Masih ada Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, Sami Khedira, hingga talenta muda berbakat, Mario Gotze. Jadi tak ada tempat untuk Gross.

Brighton Meningkatkan Derajat Gross

Gagal menembus skuad Der Panzer tak membuat Pascal Gross patah arang. Toh baru percobaan pertama pikirnya. Masih ada tahun-tahun berikutnya yang akan jadi ajang pembuktian baginya.

Gross kembali bekerja keras di sesi latihan bersama Ingolstadt. Sayangnya, dipecatnya Ralph Hasenhuttl dan penjualan pemain besar-besaran di akhir musim 2015/16 membuat tim hilang arah. Mereka gagal melakukan transisi yang bagus saat berganti pelatih. Gross pun tak mampu berbuat banyak. Terlalu berat untuk memikul tugas sendirian. Akhirnya, Ingolstadt pun kembali turun kasta di akhir musim 2016/17.

Ketika Ingolstadt terdegradasi, Brighton datang untuk menyelamatkan karir Gross. Namanya muncul dalam aplikasi rahasia milik Tony Bloom, yang mana menandakan kalau Gross merupakan pemain yang cocok untuk Brighton. Akhirnya, Gross pun meninggalkan tanah kelahirannya untuk merantau ke Inggris awal musim 2017/18.

Kala itu, Brighton berstatus tim promosi di Liga Inggris. Gross menjelma bagian penting bagi Brighton untuk mengarungi musim perdana di Premier League. Bermain di kompetisi selevel Liga Inggris, derajat Pascal Gross pun naik. Namanya kian terkenal seiring performanya yang makin apik bersama The Seagulls.

Musim Terbaik Gross di Inggris

Musim perdana Gross di Liga Inggris berjalan cukup baik. Ia tak tergantikan di skuad utama Chris Hughton. Dalam 38 pertandingan, ia mencatatkan 2.900 menit bermain dan mencetak tujuh gol serta delapan assist di Premier League. Itu catatan yang tak begitu buruk untuk seorang debutan.

Tapi, tetap saja, ia belum cukup untuk menembus skuad Der Panzer yang tampil di Piala Dunia 2018. Gross kalah saing dengan nama-nama tenar lainnya macam Ilkay Gundogan, Mesut Ozil, dan Julian Brandt.Seiring usianya yang kian bertambah, Gross pun pasrah. Ia hanya berusaha menampilkan permainan terbaik setiap tahun. Urusan dipanggil timnas atau tidak ia serahkan ke pelatih. 

Singkat cerita, Brighton berganti kepelatihan ke tangan Graham Potter tahun 2019. Di bawah asuhannya, Brighton jadi tim kejutan yang mampu merepotkan tim-tim big six dan dalam prosesnya, lagi-lagi Gross mengemban peran penting.

Musim 2022/23 jadi titik balik bagi Gross. Namanya mulai dibicarakan setelah mencetak brace ke gawang David De Gea. Selain membantu The Seagulls finis di urutan keenam Liga Inggris, Gross jadi pemain paling kreatif di tim. Ia menciptakan peluang sebanyak 80 kali dalam satu musim. Membuatnya bertengger di urutan keempat di bawah Bruno Fernandes, Kieran Trippier, dan Kevin De Bruyne sebagai pencipta peluang terbanyak musim 2022/23. 

Catatannya itu bahkan lebih baik dari Martin Odegaard yang hanya menciptakan peluang sebanyak 76 kali. Tapi usianya saat itu sudah 32 tahun. Ia tak berharap banyak untuk bisa tampil di ajang internasional bersama Jerman.

Debut Timnas Jerman Saat Usia 32 Tahun

Keikhlasan Gross akhirnya membawa berkah. Hansi Flick yang menggantikan Joachim Low sebagai pelatih Jerman tertarik dengan gaya bermain Gross. Apalagi Flick memang dikenal punya selera yang jauh berbeda dari Low. Pemain pilihannya di skuad Jerman sangat out of the box.

Tentu kita masih ingat ketika pelatih Jerman itu dengan mengejutkan memanggil bek Southampton, Armel Bella-Kotchap ke Piala Dunia 2022 untuk menggantikan Matt Hummels yang cedera. Bahkan sang pemain pun ikut terkejut lantaran usianya masih 20 tahun. 

Hal yang sama juga berlaku kepada Pascal Gross. Meski sudah berusia 32 tahun, Flick tetap memasukan nama Gross ke skuad yang sedang mempersiapkan laga uji coba melawan Jepang dan Prancis kemarin. Menurutnya, Jerman membutuhkan pemain kreatif namun berpengalaman macam Gross.

Setelah sekian purnama akhirnya Gross melakoni debutnya di laga kontra Jepang. Sialnya laga debut Gross tak berakhir manis. Jerman harus takluk 4-1 dari The Blue Samurai. Ya, Jerman memang tengah amburadul. Der Panzer bahkan tak meraih kemenangan dalam lima laga terakhir di bawah asuhan Hansi Flick.

Posisinya Terancam

Di tengah kebahagiaan Pascal Gross menghidupkan mimpinya. Hansi Flick, orang yang berjasa dalam mewujudkan mimpinya itu justru dipecat. Federasi sepakbola Jerman sudah tak sanggup menahan tekanan dari fans atas rangkaian performa buruk yang dialami Jerman.

Dengan kembali bergantinya kursi kepelatihan Der Panzer, masa depan Pascal Gross pun kembali nggantung. Pertanyaan pun mulai mengumpul di benaknya. Apakah masih ada kesempatan? Apakah dirinya akan kembali dipanggil oleh pelatih yang baru? Padahal EURO 2024 tinggal sebentar lagi.

Sumber: FIFA, Bundesliga, The Athletic, The Sun, Daily Mail

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Proudly powered by WordPress | Theme: Code Blog by Crimson Themes.