Ketika hendak disatukan, penduduk Kota Brighton dan Kota Hove tidak pernah terima. Bahkan sampai hari ini masih saja ada yang menganggap Brighton and Hove adalah dua kota yang berbeda. Namun, sepak bola tampaknya telah meruntuhkan tembok perbedaan itu.
Sejak klub sepak bola bernama Brighton and Hove Albion terbentuk, proses penyatuan kedua wilayah itu mulai menelurkan kebahagiaan. Hari ini, ketika Brighton and Hove Albion menjadi tim yang sangat amat mengejutkan, masyarakat Kota Brighton and Hove sudah mulai lupa bahwa mereka dulu gontok-gontokan ketika mau disatukan.
Penampilan Brighton and Hove Albion telah memikat tak sedikit penggemar sepak bola. Apalagi di musim lalu. Dengan akar sepak bola sekaligus konsistensi program sang pemilik, Brighton tetap stabil meski berganti pelatih.
Musim 2023/24 mendatang klub yang dikuasai konglomerat Anthony Grant Bloom ini tidak hanya tampil di liga domestik, melainkan juga di kompetisi Eropa. Keraguan sekaligus keyakinan pun muncul. Bisakah Brighton and Hove Albion menjawab tantangan di musim 2023/24?
Pertama Kalinya Brighton and Hove Albion Bermain di Eropa
Musim 2023/24 nanti untuk kali pertama klub berjuluk The Seagulls akan bermain di kompetisi Eropa. Sejak berdiri tahun 1901, pasukan Burung Camar tidak pernah sekali pun bermain di kompetisi Eropa. Ini merupakan peluang 24 karat yang mesti dimanfaatkan dengan sangat baik bagi Brighton.
Brighton and Hove Albion mendapat keuntungan bisa lolos ke Liga Eropa, meskipun hanya finis di posisi keenam di klasemen akhir Liga Inggris musim 2022/23. Sebetulnya pemenang Piala FA yang akan mengambil jatah ke Liga Eropa, sementara juara Piala Carabao akan mengikuti Liga Konferensi Eropa dari babak play-off.
🚨 A win tomorrow.. and Brighton and Hove Albion will be in the EUROPA LEAGUE for the first time in our history.
This is incredible. #bhafc pic.twitter.com/IeD3Qp5lOi
— Brighton Bubble (@BrightonBubble) May 20, 2023
Namun, karena juara Piala FA maupun Carabao Cup adalah mereka yang duduk di posisi empat besar, di mana otomatis lolos ke Liga Champions Eropa, maka jatah untuk ke Liga Eropa dari Liga Inggris diberikan pada tim dengan posisi tertinggi berikutnya. Peringkat lima yaitu Liverpool otomatis ke Liga Eropa.
Lalu peringkat di bawahnya yang semula bermain di play-off Liga Konferensi naik langsung ke Liga Eropa, memenuhi slot dari Liga Primer Inggris. Sementara yang berada di peringkat bawahnya, yakni Aston Villa yang akan mewakili Inggris di Liga Konferensi Eropa.
Performa Apik Brighton Musim Lalu
Harus diakui, musim 2022/23 Brighton memang tampil luar biasa. Bahkan sejak pedal gas Premier League mulai diinjak. Pasukan Burung Camar melibas tim-tim kuat seperti Chelsea, Liverpool, Arsenal, sampai Manchester United. Tim yang satu ini juga merepotkan Manchester City yang diasuh Josep Guardiola.
Musim lalu pula Brighton juga berhasil melangkah ke semifinal Piala FA. Sayangnya kalah lewat adu penalti dari Manchester United yang keluar sebagai runner-up. Menariknya, Brighton musim lalu bisa disebut tim paling konsisten dan tidak mudah goyah meski berganti sopir.
https://www.youtube.com/watch?v=PJieXJyY1wY
Chelsea boleh membajak Graham Potter yang sudah membangun filosofi permainan The Seagulls. Tapi klub yang bermarkas di Stadion Falmer itu segera menemukan pengganti. Roberto De Zerbi yang sebelumnya menukangi Sassuolo dan Shakhtar Donetsk ternyata sosok pelatih yang lebih dari tepat untuk menukangi Brighton.
Konsistensi Peringkat Premier League
De Zerbi membawa Brighton ke posisi enam musim lalu. Mengumpulkan 62 poin dan mencetak 72 gol serta hanya kebobolan 53 gol. Capaian itu sekaligus menjadi yang terbaik sepanjang lima musim Brighton di Premier League. Dan kalau ditelusuri itu adalah peningkatan yang melesat seperti roket.
Musim 2018/19, Brighton finis di posisi 17. Di musim berikutnya, mereka naik di posisi 15. Lalu, di musim 2020/21, Brighton sempat turun di posisi 16. Akan tetapi, pada musim berikutnya posisi The Seagulls melesat hingga peringkat ke-9. Kini mereka naik tiga tangga.
Dari situ Brighton boleh dibilang tim yang konsisten dan stabil. Seburuk-buruknya penampilan mereka, dalam lima musim terakhir, Brighton tidak pernah finis di posisi 18, yang mana itu adalah zona degradasi. Barangkali ini karena mereka ditempa di sebuah liga yang ketat, terutama di persaingan papan tengah dan bawah. Kalau papan atas mah, sama saja, itu-itu mulu.
Pemain Keluar dan Masuk
Sama seperti tim-tim lainnya di Liga Inggris, saat jendela transfer dibuka, Brighton harus siap kehilangan para pemain pilar. Sudah jamak apabila ada klub semenjana yang tampil apik, pasti para pemainnya akan dilirik tim-tim besar.
Ditinggal para pemain pilar bukanlah barang baru bagi Brighton. Jelang musim 2023/24 dimulai, The Seagulls sudah kehilangan Alexis Mac Allister yang hengkang ke Liverpool. Pemain ini tampil apik bersama Brighton dan bagus juga ketika mengantarkan Argentina juara di Piala Dunia 2022.
Alexis Mac Allister v Darmstadt
A proper football player. Finally.
[@AREDlTS]pic.twitter.com/AQRWRvQnNN
— Watch LFC (@Watch_LFC) August 7, 2023
Brighton juga masih harus menghadapi ketidakpastian sang jenderal lini tengah, Moises Caicedo. The Seagulls juga sudah kehilangan Robert Sanchez yang merapat ke Chelsea. Brighton terlihat seperti akan keropos bukan? Tapi nyatanya tidak begitu saudara-saudara.
The Seagulls juga memeriahkan pesta transfer. Dikutip The Guardian, Brighton mendatangkan pemain Watford, Joao Pedro seharga 30 juta poundsterling (Rp582,7 miliar) yang merupakan rekor pembelian klub. Juga merekrut kiper baru dari Anderlecht, Bart Verbruggen seharga 17 juta poundsterling (Rp330,2 miliar).
OFFICIAL: Goalkeeper Bart Verbruggen joins Brighton on a five-year deal ✍️
📸: @OfficialBHAFC #UEL pic.twitter.com/m5f9Z26xkH
— UEFA Europa League (@EuropaLeague) July 3, 2023
Gelandang veteran dari Liverpool, James Milner juga berhasil diangkut ke Falmer. Brighton juga mendapatkan gelandang dari Jerman, Mahmoud Dahoud tanpa mengeluarkan sepeser pun biaya. Brighton juga mendapatkan bek Igor dari Fiorentina seharga 14,5 juta poundsterling (Rp281,6 miliar) setelah gagal mempermanenkan Levi Colwill.
Komposisi Skuad
Pertanyaannya kemudian apakah pemain-pemain yang baru didatangkan bisa menahan kerasnya intensitas Premier League dan Liga Eropa? Melihat komposisi skuadnya, Brighton banyak dihuni pemain-pemain muda yang usianya rata-rata di bawah 30 tahun.
Hanya ada tujuh pemain yang usianya 30 tahun melangkah. Mereka adalah Joel Veltman, Lewis Dunk, Danny Welbeck, Jason Steele, Pascal Gross, Adam Lallana, dan James Milner. Orang-orang inilah yang akan menjadi pembimbing dengan senioritasnya di atas lapangan, terutama Lewis Dunk.
Three players have had 3,000 touches in Europe’s top five divisions this season:
◉ Lewis Dunk
◎ Rodri
◎ Kim Min-jaeBrighton’s captain leads the way. 🫡 pic.twitter.com/Nd4OtldwyF
— Squawka (@Squawka) May 15, 2023
Selama ditukangi De Zerbi, Dunk adalah pemain kunci. Ia mampu memimpin tim dengan baik. Dunk melakukan lebih banyak sentuhan, lebih banyak operan, dan membawa bola lebih jauh di musim lalu. Para pemain bangkotan ini akan ditopang darah muda.
Evan Ferguson dan Julio Enciso yang tampil dahsyat musim lalu akan kembali diandalkan. Brighton juga masih punya pemain Argentina, Facundo Buonanotte. De Zerbi juga percaya pada kiper muda Bart Verbruggen yang disebut cocok dengan gaya build-up-nya. Jangan lupakan pula Pervis Estupinan, Kaoru Mitoma, sampai Solly March yang eksplosif musim lalu.
Starboy. 🤩 Our Young Player of the Season is Evan Ferguson! ✨
🏆 @GapSolutions_ // #BHAFC 🔵⚪️ pic.twitter.com/r5A247lMm3
— Brighton & Hove Albion (@OfficialBHAFC) August 1, 2023
Rencana De Zerbi
“Kami harus bangga dan bahagia. Kami memiliki kemungkinan bermain di Liga Eropa dan berjuang di Liga Primer lagi,” kata Roberto De Zerbi memberi optimisme.
Sejauh ini di tangan De Zerbi permainan Brighton begitu atraktif. Pelatih asal Italia itu menekankan penguasaan bola yang terkontrol dan serangan balik cepat yang berpijak pada ketenangan tingkat tinggi dan kemampuan teknis. Ingat bagaimana Josep Guardiola menyebut Brighton tim dengan build-up terbaik?
Namun, bukan berarti Brighton tanpa kelemahan. Jika perangkap pres-umpan yang dilakukan De Zerbi gagal, The Seagulls kerap gelagapan. Harus ada rencana B ketika rencana A tidak memberikan efek. Meningkatkan kemampuan bola mati juga bisa membantu.
Musim lalu, Brighton sangat jelek dalam mengantisipasi bola mati. Pasukan De Zerbi juga tak piawai mencetak gol dari situasi set-piece. Perkara itu memang kelihatan remeh. Tapi kesalahan sekecil apa pun mesti menjadi perhatian. Sebab itulah yang bisa jadi modal Brighton dan Hove Albion mengarungi musim 2023/24 mendatang.
Sumber: TheGuardian, TheAthletic, TheArgus, FourFourTwo, SportingNews, Transfermarkt