Ketika Scudetto Napoli dan Maradono Digagalkan Mafia

Scudetto ketiga dalam sejarah Napoli sepertinya hanya tinggal menunggu waktu saja. Hingga giornata 27, Il Partenopei tengah memimpin klasemen Serie A musim ini dengan perolehan 71 poin, unggul 21 poin dari Lazio yang menghuni peringkat kedua.

Dengan torehan 64 gol dan baru kebobolan 16 gol dalam 27 pertandingan, pasukan Luciano Spalletti jadi tim tersubur sekaligus tim dengan pertahanan terbaik di Liga Italia. Dengan catatan tersebut, sulit membayangkan Napoli bisa tersalip dan dikudeta di akhir musim.

Namun, tahukah kamu? Dahulu, Napoli yang tampil nyaris sempurna pernah tergelincir secara tidak terduga yang menyebabkan titel scudetto yang sudah di depan mata, raib jelang akhir musim. Ini terjadi di musim 1987/1988 ketika Napoli masih diperkuat Diego Maradona.

Konon kabarnya, kegagalan Napoli meraih scudetto di musim tersebut disebabkan oleh campur tangan mafia. Hingga hari ini, kisah ini masih menjadi misteri. Lalu, seperti apa kebenaran kisah ini? Mari kita telusuri bersama.

Napoli Capai Periode Tersukses di Era Diego Maradona

Diego Maradona dan Napoli memang bak sepasang kekasih yang ditakdirkan. Keduanya punya banyak kesamaan. Sejak hari pertama tiba di Kota Naples, Maradona langsung merasa betah. Pun begitu dengan pendukung Il Partenopei yang menyambutnya bak juru selamat.

Tumbuh besar dengan kemiskinan di Villa Fiorito, sebuah kota kumuh padat penduduk di pinggiran Buenos Aires, Maradona tentu paham betul seperti apa rasanya menjadi kaum tertindas. Di Naples, ia menemukan masalah dan pemandangan yang sama.

Pengangguran, kemisikinan, dan kejahatan yang terorganisir jadi gambaran kota Naples yang identik dengan kelas pekerja. Kota Naples yang berada di wilayah selatan Italia juga digambarkan sebagai noda oleh para kaum ningrat dari wilayah utara Italia. Namun, seperti halnya Buenos Aires dan Boca Juniors, Naples dan Napoli punya gairah yang tinggi dalam hal sepak bola.

“Saya ingin menjadi idola bagi anak-anak miskin di Naples, karena mereka sama seperti saya ketika saya masih tinggal di Buenos Aires,” kata Diego Maradona dikutip dari Goal.

Tak ada yang bisa menandingi histeria perkenalan El Pibe de Oro sebagai pemain anyar Napoli pada 5 Juli 1984. Dengan mengenakan kaus putih, celana chino, dan syal Napoli di lehernya, Maradona membalas nyanyian para pendukungnya dengan pekikan “Forza Napoli”. Sejak saat itu, sejarah manis tercipta di kota Naples.

Dari periode 1984 hingga 1991, Maradona sukses menghadirkan 5 trofi bergengsi bagi Il Partenopei. 2 Scudetto Serie A 1986/1987 dan 1989/1990, Coppa Italia 1986/1987, UEFA Cup 1988/1989, serta Supercoppa Italiana 1990.

Periode tersebut jadi masa-masa tersukses Napoli sepanjang sejarah. Napoli juga jadi klub Italia Selatan pertama yang sanggup meraih scudetto dan meruntuhkan hegemoni para klub kaya dari wilayah Italia Utara dan Tengah.

Sisi Kelam Maradona di Napoli: Kontroversi, Narkoba, Hingga Mafia Camorra

Akan tetapi, terdapat setitik noda dalam sejarah kesuksesan Maradona dan Napoli. Sebuah sisi kelam nan kontroversial yang mengiringi perjalanan karier El Pibe sejak kedatangannya ke Napoli di musim panas 1984.

Kedatangan Maradona yang konon disambut oleh 75 ribu pendukung Napoli itu memang menggemparkan jagad sepak bola. Italia yang kala itu jadi liga terbaik sejagad dan paling dihormati tengah didominasi oleh tim-tim dari wilayah utara dan tengah, seperti AC Milan, Juventus, Inter Milan, dan AS Roma. Tidak ada tim dari wilayah selatan yang mampu menjuarai Serie A, termasuk Napoli yang di musim 1983/1984 justru hampir terdegradasi.

Oleh karena itulah, kehadiran Diego Maradona di Stadio San Paolo adalah sebuah hal yang mengejutkan. Bagaimana bisa, Napoli yang tak punya sejarah juara dan nyaris terdegradasi, bisa memboyong seorang mega bintang?

Presiden Barcelona kala itu, Josep Lluís Nuñez dikabarkan memang ingin menjual Maradona karena alasan uang dan narkoba. Sementara, sang wakil presiden Joan Gaspart disebut ingin mempertahankan Maradona dengan menawarinya kontrak fantastis.

Singkat cerita, negosiasi yang dilakukan langsung oleh direktur olahraga Napoli, Antonio Juliano sukses membuat Diego Armando Maradona pindah ke Napoli dengan biaya transfer €12 juta. Kala itu, nominal tersebut sukses memecahkan rekor transfer dunia.

Gosip tak sedap pun merebak. Diduga ada jamahan tangan dari mafia yang memuluskan kepindahan Maradona ke Napoli. Mafia tersebut juga digosipkan memberi sokongan dana yang membuat Napoli berhasil menebus Maradona.

Pada sebuah acara perkenalan Maradona kepada awak media, seorang jurnalis asal Prancis, Alain Chaillou, secara berani bertanya langsung kepada Diego Maradona tentang isu tak sedap tersebut. Mendengar pertanyaan tersebut, presiden Napoli kala itu, Corrado Ferlaino marah dan mengusir sang jurnalis dari ruang pers.

Sekadar intermezzo, Italia memang akrab dengan mafia. Berdasarkan penelusuran CNN, ada empat sindikat mafia terbesar di Italia. Mereka adalah Cosa Nostra dari Sisilia, Ndrangheta dari Calabria, Sacra Corona Unita dari Puglia, dan Camorra dari Naples.

Nama terakhir itulah yang disinyalir punya hubungan kuat dengan Diego Maradona. Sejak tiba di Napoli, Maradona langsung amat dekat dengan mafia Camorra, utamanya dari klan Giuliano, keluarga kejam yang mengelola distrik Forcella yang miskin. Kabarnya, klan Giuliano memberi El Pibe akses khusus terhadap kokain dan menyediakan wanita yang tak terbatas baginya.

Di sepak bola sendiri, Camorra disinyilar tak hanya memberi sokongan dana dan memuluskan transfer Diego Maradona. Mafia yang mencengkram kota Naples sejak abad ke-17 itu juga disebut terlibat dalam scudetto pertama Napoli.

Kecurigaan tersebut mencuat tatkala Napoli mendapat 10 penalti kontroversial di musim 1986/1987. Dan Maradona lah yang dituduh sebagai pemberi sogokan kepada para wasit. Namun, kebenaran cerita ini sulit untuk dikonfirmasi.

Jika membicarakan scudetto pertama Napoli, maka yang orang-orang ingat hanyalah suka cita. Akan tetapi, itu tidak terjadi di musim berikutnya yang hingga hari ini masih membuat pendukung Napoli di masa itu merasa terganggu dan penasaran.

Kegagalan Napoli merengkuh scudetto keduanya secara beruntun di musim 1987/1988 dibungkus dengan kecurigaan mendalam. Mafia Camorra disinyalir jadi dalang yang membuat Napoli terpeleset secara aneh jelang akhir musim.

Salah satu sumber pemasukan Camorra selain narkoba adalah totonero, judi bola ilegal di pasar gelap. Di awal musim 1987/1988, setiap orang Neapolitan bertaruh pada tim kesayangan mereka untuk kembali memenangkan scudetto.

Sesuai prediksi, Napoli yang tampil dengan trio Maradona, Careca, dan Bruno Giordano yang disingkat “Ma-Gi-Ca”, memiliki lini depan paling ditakuti di Serie A dan tampil garang sejak pekan pertama. Mereka bahkan sudah berada di pole position sejak pekan pertama untuk merengkuh scudetto keduanya.

Namun, jelang lima pertandingan tersisa, jarak Napoli dengan AC Milan di peringkat kedua tinggal 4 poin saja. Yang terjadi kemudian adalah bencana. Di 5 pertandingan terakhirnya, Napoli imbang sekali dan sisanya menelan kekalahan, termasuk sebuah kekalahan dramatis dengan skor 3-2 di kandang sendiri dari AC Milan yang membuat Napoli dikudeta pasukan Arrigo Sacchi yang akhirnya keluar sebagai juara.

Melansir dari The Guardian, Camorra yang diawal musim menggelar judi bola ilegal dituduh sebagai dalang yang membuat Napoli terpeleset. Mereka dituduh dengan sengaja menjegal Napoli agar tebakan para penjudi tadi tidak tepat. Pasalnya, jika Napoli kembali merengkuh scudetto dan tebakan para penjudi tadi tepat, maka para clan dari mafia Camorra bakal sangat merugi.

Simone Di Meo, seorang jurnalis investigasi yang mendalami Camorra mengatakan kalau Camorra bisa jatuh bangkrut jika Napoli juara di musim tersebut. “Jika mereka memenangkan musim itu, Camorra harus membayar sekitar 200 miliar lira untuk taruhan,” kata Simone Di Meo, dikutip dari The Guardian.

Kegagalan Napoli di musim 1987/1988 menjadi tuduhan terbesar keterlibatan Camorra dengan Maradona dan Napoli. Kejadian aneh memang terjadi jelang akhir musim, seperti mobil Maradona yang dirusak, dan rumah gelandang Salvatore Bagni yang mengalami perampokan sebanyak dua kali.

Namun pada akhirnya, tuduhan tersebut berakhir menjadi sebuah fitnah yang kejam. Investigasi pengadilan Italia tak pernah berhasil mengungkap keterlibatan Camorra dalam kegagalan scudetto Napoli. Inilah yang membuat pendukung Napoli kala itu masih hidup dalam rasa pensaran dan tanda tanya hingga hari ini.

Jatuhnya Sang Dewa, Akhir Tragis Maradona di Napoli

Namun, seperti kata pepatah, “sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga”. Lambat laun, kemesaraan Maradona dengan clan Giuliano dari Camorra nampak dan terbuka.

Maradona jadi makin sering menghadiri berbagai pesta dan pernikahan dari keluarga Camorra. Maradona juga menerima jam tangan Rolex yang merupakan hadiah standar yang diberikan Camorra. Dampaknya, Maradona makin sering bolos latihan dan kecanduannya kepada kokain makin parah.

Puncaknya terjadi pasca Piala Dunia 1990. Diego Maradona yang sebelumnya dielu-elukan bak pahlawan mendadak berubah menjadi orang yang paling dibenci di Italia. Ini terjadi setelah ia membawa Argentina mengalahkan tuan rumah Italia di semifinal Piala Dunia 1990 yang ironisnya digelar di Stadio San Paolo, markas Napoli.

Sejak saat itu, segala kecerobohannya selama tinggal di Naples dikuak ke media. Mulai dari persahabatannya dengan Camorra, kasus perselingkuhan yang menghasilkan anak di luar nikah, hingga kecanduannya kepada kokain yang makin menjadi-jadi. Maradona yang selama ini seperti kebal hukum menjadi seorang pesakitan.

Pada awal 1991, nama Diego Maradona muncul di berbagai surat kabar atas dugaan keterkaitannya dengan jaringan perdagangan narkoba yang melibatkan Camorra. Meski akhirnya lolos dari hukuman 20 tahun penjara, El Pibe tak bisa mengelak setelah didakwa atas kepemilikan kokain dan dijatuhi hukuman penangguhan dan denda sebesar lima juta lira.

Kemudian, pada bulan Maret 1991, Maradona dijatuhi hukuman larangan bermain selama 15 bulan setelah dinyatakan positif menggunakan kokain setelah pertandingan Serie A melawan Bari. Hukuman itulah yang mengakhiri kisahnya bersama Napoli. Ia meninggalkan kota Naples pada 1992 dengan rasa malu.

Sejak hari itu, karier Diego Maradona terjun bebas bak batu yang dilempar ke dalam sungai. Meski mencoba bangkit lagi bersama Sevilla, Newell’s Old Boys, dan Boca Juniors, El Pibe tak lagi sama dan akhirnya pensiun pada 30 Oktober 1997.

Meski punya akhir yang kurang manis, tetapi hingga kini Diego Armando Maradona tetap diagungkan oleh penduduk kota Naples. Maradona masih seperti dewa di kota tersebut. Pergantian nama stadion kandang Napoli menjadi Stadio Diego Armando Maradona, 9 hari setelah kematiannya adalah bukti validnya.


Referensi: Goal, The Guardian, Panditfootball, Today, CNN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Proudly powered by WordPress | Theme: Code Blog by Crimson Themes.