Manchester bukan hanya tentang sepakbola. Sejarah, budaya, ekonomi, sampai sosial, sangat mempengaruhi perkembangan kota itu. Kota “Industri”, begitu julukan yang melekat bagi kota ini.
Kehidupan kota kelahiran band Oasis ini erat hubungannya dengan sepak bola. Kehidupan di Manchester, mau tidak mau jadi suatu yang harus dinikmati tiap hari oleh pemain maupun pelatih yang membela klub asal Kota Manchester. Banyak sudah cerita yang terkuak dari para pemain dan pelatih kala tinggal di kota ini.
From the birthplace of the industrial revolution to the hub of industry it is today, Manchester is a city of innovation. Here are just some of our 🌍 firsts ⬇️ pic.twitter.com/bQ4VIRAlus
— MIDAS Manchester (@MIDAS_MCR) April 29, 2019
Mengenal Kondisi Kota Manchester
Untuk gambaran saja, kota Manchester menurut letak geografisnya terletak di barat laut Inggris, tepatnya di Borough atau kecamatan Manchester Raya. Nah, dalam Manchester Raya tersebut, terdapat beberapa kota bagian lagi, di antaranya Salford, Stockport, Trafford, Oldham, Tameside, dan Manchester itu sendiri.
Jika ditarik dari sejarahnya, kota ini memang rajanya industri. Revolusi Inggris yang menggegerkan dunia itu pertama kali berawal dari kota ini. Memang, kota ini sebagian besar dihuni oleh kelas pekerja.
A Manchester United fan outside Old Trafford has crossed out the badge on his shirt and has written “RIP The Working CLASS” at the back as a mark of protest at the club’s plans to join the Super League 👇 #mufc #mujournal pic.twitter.com/BXuRf7AQ6m
— United Journal (@theutdjournal) April 20, 2021
Wajar apabila seabrek pabrik dari berbagai macam industri menghiasi pemandangan pinggiran Kota Manchester. Kalau diibaratkan di ibu kota Jakarta, Manchester ini adalah kawasan industri penyangganya seperti halnya Bekasi atau Depok.
Biasanya, kelas pekerja di Manchester ini selalu meluangkan waktunya di hari libur atau weekend untuk berbondong-bondong ke stadion menonton sepakbola sambil menghabiskan uang mereka dengan mabuk di pub.
When Manchester United fans gather in a Pub…
You know the rest.😅 #MUFC pic.twitter.com/ZLSQmSbqzX— 𝐔𝐧𝐢𝐭𝐞𝐝𝐁𝐨𝐱 (@UnitedBoxx) August 7, 2022
Kehidupan Kota Manchester
Sekarang perlahan kota ini berkembang mengikuti zaman dengan gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi kota. Namun hakikatnya, roh sebagai kota yang nyaman bagi para pendatang tetap tak sebaik kota di bagian Inggris lainnya. Seperti London yang lebih elite.
A prime view of the city of Manchester 👀 pic.twitter.com/kXrrgzqihT
— Ace Swift 🏳️🌈 (@ThatOneAcy) November 19, 2021
Kalau dibandingkan London sangat jauh perbedaannya. Dari segi gaya hidup, cuaca, kuliner, kenyamanan akses, dan sebagainya. Maka dari itu, para pendatang lebih suka untuk tinggal atau bervakansi lebih lama di London, meski di sana serba mahal biayanya.
Hidup di Manchester jangan dibayangkan seperti di televisi yang hanya menyorot keindahannya saja. Jika mengalaminya secara langsung, ternyata banyak yang tidak kerasan dengan berbagai alasan, termasuk pesepakbola.
Masalah Cuaca
Yang pertama cuaca. Hujan yang kerap turun bahkan di musim panas, serta udara dingin menusuk, begitulah sifat kota Manchester. Sudah begitu, Manchester bukanlah London yang hidup 24 jam dan penuh gemerlap. Di Manchester, toko-toko dan mall saat weekend saja sudah mulai pada tutup pukul 5 atau 6 sore.
Mantan pemain Manchester City, Nolito pernah mengungkapkannya. Dilansir fourfourtwo Nolito mengatakan bahwa ia resah dengan cuaca kelabu Manchester tiap harinya.
Sampai-sampai minimnya sinar matahari di Manchester membuat warna kulit putri Nolito yang tinggal bersamanya berubah tidak sehat. Nolito mengatakan, putrinya itu seperti hidup di goa. Dokter keluarga Nolito bahkan sampai menyarankannya untuk mengkonsumsi vitamin D secara rutin.
Nolito [2017]:
“I have learnt very, very little English – it’s very hard. Just ‘tomorrow’, ‘good morning’, ‘good afternoon’ and a little more. My daughter’s face has changed colour – it looks like she’s been living in a cave.”#MCFC | @ManCity | #ManCity pic.twitter.com/6Tmnjl7kdq
— City Xtra (@City_Xtra) July 1, 2020
Nolito juga sempat berkata bahwa selain cuaca yang tak bersahabat, ia juga merasa sepi. Karena jelang petang sekitar jam 5 atau 6 sore, keadaannya seperti jam 10 atau 11 malam ketika di Spanyol. Kota sudah mulai kelabu dan mencekam. Hiruk-pikuk kebisingan kota perlahan tak terdengar lagi.
Masalah Kuliner
Bukan cuma cuaca, soal kuliner, Manchester juga ternyata kurang bersahabat bagi pendatang. Menurut Manchester Evening News, istri Gundogan, Sara Arfaoui mengatakan bahwa makanan yang ada di Manchester “sangat mengerikan”.
“Bertahun-tahun saya berusaha mencari makanan terenak di beberapa restoran di Manchester. Tapi, makanan disini semuanya beku dan tak enak. Mungkin di London banyak, tapi kalau di Manchester, maaf saja tidak ada,” kata Sara Arfaoui.
Ilkay Gundogan’s wife Sara Arfaoui slammed for blasting Manchester’s ‘horrible frozen food’ in cost of living crisis https://t.co/3ec4cP5oNM
— The Sun Football ⚽ (@TheSunFootball) October 5, 2022
Tak hanya istri Gundogan, pacar De Gea yang juga terkadang ikut tinggal di Manchester, Edurne Garcia, juga mengucapkan hal yang sama. Ia malah membandingkannya dengan makanan yang ada di Spanyol. Edurne mengatakan bahwa makanan terenak yang ada di Manchester tak seenak makanan biasa di Spanyol.
David de Gea’s girlfriend Edurne Garcia: I never said I didn’t like Manchester, I love it
▶️ http://t.co/1aiEVex1Vl pic.twitter.com/ZnJRvkOr3r— B/R Football (@brfootball) March 20, 2015
Masalah Keamanan
Selain cuaca, kuliner, masalah keamanan juga menyertai. Dengan cuaca yang kelabu dan kondisi kehidupan yang sepi, membuat ladang kriminal di kota ini makin menjadi-jadi.
Contohnya saja apa yang terjadi pada Di Maria dan keluarganya. Ketika itu rumahnya sempat dibobol perampok dan banyak mengalami kerugian. Menurut Dailymail, istri Di Maria Jorgelina Cardoso, adalah orang yang sangat muak dengan kehidupan Kota Manchester berkat kejadian itu
Ia juga sempat melabeli makanan yang ada di Manchester “menjijikan”. Menurutnya kota ini sangat meresahkan bagi pendatang. Kota ini menurutnya juga mengerikan. Ia bahkan tak tahu apakah akan aman ketika berjalan menyusuri kota tiap saat.
🔥 ¡Atacó sin piedad a la ciudad de Manchester!
💥 Jorgelina Cardozo, esposa de Ángel Di María, contó lo terrible que fue vivir en Inglaterra.
🎥 Entonces ¿por qué fichó por @ManUtd el ‘Fideo’? Aquí su respuesta ➡️ https://t.co/HmKTZ6N3A5 pic.twitter.com/ljEN2QTC38
— Telemundo Deportes (@TelemundoSports) August 25, 2022
Aguero, Tevez, dan Mourinho
Kehidupan yang tak menjamin kenyamanan bagi pendatang juga dialami oleh beberapa pemain lainnya. Misal Aguero. Legenda The Citizens itu bahkan dalam film dokumenter All Or Nothing yang dirilis 2018 lalu, mengaku bahwa ia sering hidup menyendiri ketika tinggal di Manchester.
EXCLUSIVE
“I had been suffering for a long time… since then, I feel great.”
Sergio Aguero opens up on his new lease of life at Manchester City
👉👉 https://t.co/19cgWD4Mcn pic.twitter.com/pfel7LW3DL
— Sky Sports Premier League (@SkySportsPL) November 22, 2018
Menurutnya, daripada harus merasakan kondisi kota yang tak bersahabat, ia lebih memilih aman di rumah saja. Aguero punya fasilitas lengkap di dalam rumahnya, sehingga membuat dirinya tak usah keluar rumah tiap harinya kalau tak terlalu penting.
Istri dan anak Aguero pun tak tinggal serumah dengannya. Anak dan istrinya tinggal di Argentina dan rutin mengunjunginya setiap dua bulan sekali.
Lain pula bagi Jose Mourinho. Dikutip Marca, ketika menangani MU, The Special One sempat berkata bahwa hidup di kota Manchester adalah “bencana”. Ia tak nyaman bahkan untuk berjalan menyusuri kota hanya untuk sekadar makan ke restoran atau mengunjungi mall.
“If the fans want me to be comfortable, then that’s the way I feel very comfortable”
Jose Mourinho says he is happy to remain living in a hotel in Manchester: https://t.co/PMvDNNzGAm pic.twitter.com/77xrV1pW7d
— Sky Sports Premier League (@SkySportsPL) January 5, 2018
Maka dari itu Mou tak mau membeli rumah di sekitar Manchester dan lebih memilih tinggal menyendiri di hotel mewah selama melatih Red Devils. Istri dan anaknya pun lebih memilih untuk tinggal di London.
Berbeda dengan Carlos Tevez. Mantan striker Manchester City itu bahkan sangat frontal dengan mengatakan kota ini “tak punya apa-apa”. Ia juga mengaku tak akan lagi kembali ke kota “mati” itu, bahkan untuk liburan sekalipun.
🚨 Carlos Tevez has revealed he refused to learn to speak English during his time in the Premier League because he blamed the UK for his uncle’s alcoholism after fighting in the Falklands War.
✍️ @TeleFootball pic.twitter.com/cRnVRlRS1N
— Football Tweet ⚽ (@Football__Tweet) May 16, 2023
Manchester Kota Yang Unik
Tak selamanya kesan buruk yang terkuak dari para pesepakbola. Ada juga kisah berkesan, salah satunya adalah Juan Mata.
Menurut Juan Mata, kota ini unik. Kota yang dianggap buruk oleh sebagian orang itu, justru punya sisi lain yang sebenarnya menarik untuk dinikmati, termasuk keseniannya.
Mata sering menulis dalam blognya tentang keindahan seni, khususnya skena musik di Kota Manchester. Bahkan pasca pindah dari MU ke Galatasaray, ia tak sungkan kembali lagi ke Manchester. Seperti apa yang terjadi ketika ia meresmikan pameran seni bertajuk The Trequartista: The Art and Football United.
The Trequartista: Art and Football United and Juan Mata.
By @NicholasWroe https://t.co/Kpdjg4zRsL
— John Sinnott (@JohnSinnott) June 22, 2023
Menariknya, meskipun terbilang kota yang buruk, aneh, gersang, dan mencekam, namun Kota Manchester justru dilirik oleh taipan Uni Emirat Arab, Sheikh Mansour. Ia bahkan bukan hanya membangun Manchester City, tapi juga menaikkan martabat Kota Manchester.
Manchester City Etihad Campus training groundhttps://t.co/a8uTgAuSo7#ManCity #ManchesterCity pic.twitter.com/DlzkBFhaES
— futbolmemories (@futbol_memories) October 29, 2015
Kota Manchester memang tak segemerlap yang dibayangkan. Seiring berkembangnya zaman kota ini pasti akan berubah. Tapi seberapa besar perubahannya, ruh kota ini akan tetap sama, yakni sebagai kota industri. Ya, begitulah adanya Kota Manchester.
Sumber Referensi : dailymail, manchestereveningnews, goal, fourfourtwo, marca, theguardian