“Betapa bagusnya dia. Kami sedang melihat pemain terbaik dunia di masa depan,” kata Miroslav Klose ketika ditanya soal Mesut Ozil. Pemain yang memberinya satu assist kala menaklukan Timnas Argentina dengan skor 4-0 di babak delapan besar Piala Dunia 2010.
Pujian tersebut terbukti benar beberapa tahun kemudian. Ozil menjelma salah satu gelandang terbaik di eranya. Dengan wajah yang terlihat mengantuk itu, Ozil memberi umpan seperti sudah hafal rekan-rekannya akan berlari ke mana.
Namun, kini kita tak akan pernah melihat karya seni itu lagi. Legenda Arsenal itu memutuskan untuk pensiun dari dunia sepakbola di usia 34 tahun. Maka dari itu, mari kita sedikit melempar ingatan bagaimana perjalanan berliku seorang Mesut Ozil dalam membangun karir persepakbolaannya.
Keterbatasan Bukan Halangan
Mesut Ozil lahir di Gelsenkirchen dari keluarga imigran. Kakek dan nenek Ozil bermigrasi dari Zonguldak, Turki ke Jerman untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di pusat industri Ruhr, Jerman. Namun, Ozil lahir di era yang salah. Kelahirannya bersamaan dengan penurunan industri Jerman ketika tingkat pengangguran migran lebih dari 70%.
Sama halnya dengan anak-anak lain di sekitarnya, hidup di bawah garis kemiskinan membuat Ozil sulit mencari hiburan. Hanya sepakbola yang selalu menemani waktu luangnya. Sebelum sukses seperti sekarang, Ozil mengenal sepakbola di lapangan sempit yang dikelilingi pagar besi di Olga Strasse, Gelsenkirchen. Saking tertutupnya, beberapa orang menyebut lapangan tersebut sebagai “kandang monyet”.
Dengan keterbatasan lahan tersebut Ozil justru mampu mengasah potensinya. Bermain di ruang yang sempit memaksa dirinya untuk mengambil keputusan dengan sangat cepat saat menguasai bola. Situasi tersebut yang membentuk dirinya menjadi pemain tengah yang kreatif.
Permainannya di “kandang monyet” mengantarkan Ozil bergabung dengan klub lokal bernama Rot-Weiss Essen. Di klub tersebut lah Ozil terlepas dari dunia sepakbola yang gelap dan mendapat metode pelatihan dan fasilitas sepakbola yang jauh lebih baik. Ia membela Essen selama lima tahun dalam periode 2000-2005.
Werder Bremen dan Piala Dunia 2010
Setelah lima musim membela klub lokal, Ozil akhirnya bergabung dengan klub kaya akan sejarah, Schalke. Karirnya di Veltins-Arena tak begitu spesial. Setelah tiga musim lamanya membela klub, Ozil yang menolak perpanjangan kontrak dari Schalke membelot ke Werder Bremen tahun 2008.
Bersama Die Werderaner, Ozil mulai dikenal publik sepakbola Jerman. Di musim pertamanya, pemain berkaki kidal itu langsung mencetak 23 assist di semua kompetisi dan itu jadi yang terbanyak di Bundesliga. Di musim yang sama, ia juga membantu Bremen menjuarai DFB-Pokal keenam dalam sejarah klub.
Performa luar biasanya itu menarik perhatian pelatih Timnas Jerman saat itu, Joachim Low untuk memanggilnya ke skuad Der Panzer yang dipersiapkan untuk Piala Dunia 2010. Meski sudah berprestasi dengan skuad U-21 Jerman, ini jadi kali pertama Ozil dipanggil ke skuad senior. Ia melakoni debut di laga uji coba kontra Norwegia tahun 2009.
Singkat cerita, dengungan vuvuzela memanggil dan Ozil pun terbang ke Afrika Selatan. Meski ini adalah Piala Dunia pertama bagi Ozil, ia tak merasa canggung. Di usianya yang masih 22 tahun, Ozil justru bermain lepas bak ingin membuktikan kalau pemain imigran bisa bersinar dengan Timnas Jerman. Ia bahkan sudah mencetak satu assist di laga pembuka kontra Australia.
Kecemerlangan Ozil di Piala Dunia 2010 terus berlanjut. Ia mencatatkan tiga assist dan satu gol dan membantu Der Panzer mengalahkan Argentina dan Inggris. Sayang, Jerman hanya menjadi juara ketiga di turnamen empat tahunan tersebut.
Ozil si Raja Assist
Peran Ozil sangat vital dalam membangun serangan Die Mannschaft. Ozil jadi bahan bakar pundi-pundi gol yang diciptakan Timnas Jerman di Piala Dunia 2010. Di saat Low menginstruksikan timnya untuk menyerang pasti ada Ozil yang merangkai serangan tim. Peran penting Ozil sebagai pemain nomor 10 di skuad Jerman lah yang membuat Real Madrid mau menebusnya.
Awalnya Jose Mourinho hanya menjadikan Ozil sebagai pelapis Ricardo Kaka yang sudah lebih dulu mengisi pos nomor 10. Namun, Kaka yang tak mampu mencapai performa terbaiknya usai mengalami serangkaian cedera memberi kesempatan Ozil untuk menggantikannya di skuad utama Los Blancos.
Menurunnya performa Kaka jadi berkah tersendiri bagi Ozil. Posisi yang tadinya diisi Kaka praktis jadi miliknya. Bermain di depan Xabi Alonso membuat Ozil kian rajin membantu serangan dan menciptakan assist.
Bagaikan Pablo Picasso yang menggoreskan tinta di kanvas, umpan-umpan membelah pertahanan lawan jadi karya seni Ozil di lapangan. Bersama El Real, Ozil memantapkan diri sebagai salah satu playmaker terhebat sepanjang masa.
Duetnya dengan Cristiano Ronaldo barangkali jadi kombinasi paling mematikan saat itu. Jika Ronaldo adalah senjatanya, maka Ozil adalah bubuk mesiunya. Ia jadi pemain ketiga paling banyak memberikan assist ke Ronaldo setelah Benzema dan Bale dengan catatan 31 assist.
Catatan itu menjadi luar biasa karena ia melakukannya hanya dalam tiga tahun. Selama tiga musim tersebut Ozil mencatatakan 27 gol dan 81 assist untuk Madrid. Bahkan 25 assist-nya di musim 2010/11 berhasil menjadikan Ozil sebagai top assist di lima liga top Eropa.
Pemain Termahal Jerman
Hingga Real Madrid pun kedatangan Luka Modric tahun 2012. Kepercayaan The Special One pada Ozil pun luntur. Ia pada akhirnya dilepas ke Arsenal pada tahun 2013. Banderol 47 juta euro (Rp772 miliar) dikeluarkan Arsenal untuk menebus Ozil dari Los Merengues. Nilai transfer tersebut kabarnya menjadikan Ozil sebagai pemain Jerman termahal saat itu.
Meski tersisih dari skuad Real Madrid, kemampuan melayani para striker tak pernah hilang dalam diri Ozil. Ia meneruskan performa apiknya saat berseragam Arsenal. Ozil tetap memainkan perannya sebagai “Raja Assist”. Di musim pertamanya, ia mencetak 14 assist di semua kompetisi. Performanya itu sudah cukup untuk mengantar Arsenal buka puasa gelar Piala FA musim 2013/14.
Menang Dipuja, Kalah Dihina
Kendati masih dalam performa apik, kepindahannya ke Arsenal dari Real Madrid dianggap sebuah penurunan. Namun, Joachim Low tak peduli dan tetap memasukkan Ozil ke skuad Piala Dunia 2014. Beda halnya dengan edisi lalu, kali ini Ozil berhasil antarkan Jerman menapaki tangga juara dunia.
Ozil dan kawan-kawan yang sukses mengangkat trofi Piala Dunia 2014 diguyur pujian. Namun pujian itu hanya sementara. Setelah momen itu, ketika Jerman mengalami kekalahan nasib Ozil berbalik. Ia yang dulu dipuja, kini dihujat habis-habisan. Apalagi saat Jerman gagal total di Piala Dunia 2018.
Karena kegagalan itu cemooh dari publik Jerman menghantam keras ke muka Ozil. Ejekan yang keluar bahkan sampai berbau rasis yang juga tak hanya datang dari masyarakat biasa. Para politisi sayap kanan Jerman turut memanfaatkan situasi tersebut untuk menyerang latar belakang Ozil sebagai keturunan imigran asal Turki.
Mesut Ozil merasa sendirian di Timnas Jerman. Ia mengaku kerap diserang, tetapi tidak ada orang yang mau membelanya. Situasi tersebut pada akhirnya mendorong Ozil untuk mengundurkan diri dari sepakbola internasional tahun 2021 kemarin. Ozil merasa Jerman telah melupakan jasa-jasanya untuk timnas sejak 2009 silam.
Pensiun di Turki
Rangkaian permasalahan di Jerman tampaknya mempengaruhi performanya di Arsenal. Ia juga kerap mendapat kritik karena gaya bermainnya yang malas-malasan. Beberapa pihak merasa kalau usaha yang diberikan Ozil tak setinggi gajinya di Arsenal. Sama halnya di timnas, ketika Ozil memberi assist, ia akan dipuja. Tapi ketika tak memberi umpan ia akan dihujat habis-habisan oleh fans Arsenal.
Kemunduran karir Ozil pun tak terhindarkan. Setelah menjadi cadangan mati di Emirates Stadium, Ozil akhirnya dibuang ke Liga Turki. Setelah kurang lebih dua tahun di sana, Mesut Ozil akhirnya memutuskan gantung sepatu dengan alasan kebugaran. Keputusan sudah diambil dan kita kehilangan salah satu gelandang terbaik di eranya. Terimakasih Ozil, umpan-umpan cantikmu tak akan kami lupakan.
Sumber: Sky Sport, Planetfootball, These Football Times, The Athletic, The Guardian