Sampai Negara Kuat Pun Kena! Kutukan Tuan Rumah Piala Dunia U-17

Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 tentu menjadi kabar yang amat sangat menggembirakan. Usai gagal menggelar Piala Dunia U-20, FIFA masih mempercayakan Indonesia untuk menjadi tuan rumah perhelatan selevel Piala Dunia. Meskipun untuk kelompok umur yang lebih rendah.

Penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah dipastikan setelah negara awal yang dipilih, Peru mengundurkan diri. Menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 adalah keuntungan buat Indonesia. Timnas Indonesia U-17 yang awalnya tidak lolos Piala Asia U-17, kini malah bisa tampil di Piala Dunia U-17.

Namun, ada satu hal yang, meski pahit harus kita ketahui. Bahwa perjalanan tuan rumah Piala Dunia U-17 tidak pernah mulus. Bahkan terdapat semacam kutukan yang kurang lebih berbunyi, tuan rumah Piala Dunia U-17 selalu tampil buruk dan tidak pernah lolos dari fase grup.

Menariknya, negara kuat, negara yang notabene sangat berpeluang menjuarai Piala Dunia U-17, tak bisa lepas dari kutukan ini. Nah, negara mana saja sih, yang dihajar kutukan tersebut?

Selandia Baru (1999)

Mari kita mulai dari Selandia Baru yang ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 tahun 1999. Ini adalah edisi kedelapan turnamen ini diadakan. Selain itu, turnamen ini juga menjadi turnamen FIFA pertama yang dihelat di Kepulauan Pasifik.

Sebanyak 16 tim dari enam konfederasi berpartisipasi dalam perhelatan ini. Selandia Baru, tentu saja, berada di Grup A. Namun, apesnya mereka satu grup dengan tim-tim yang lumayan kuat. Amerika Serikat, Uruguay, dan Polandia.

Baru di laga pembuka, Selandia Baru kalah dari Amerika Serikat yang diperkuat Landon Donovan muda. Mereka kemudian dibantai Uruguay 5-0. Kalah dua kali dan hanya bisa menang atas Polandia sudah cukup membuat mereka gugur di fase grup.

Sepanjang turnamen, Selandia Baru cuma mencetak tiga gol. Hanya memperoleh tiga poin. Finis di posisi ketiga. Di sisi lain, Timnas Brasil menggondol gelar keduanya usai menghabisi Australia di partai puncak. 

Trinidad and Tobago (2001)

Maju dua tahun berikutnya. Giliran Trinidad and Tobago menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17 tahun 2001.  Negara ini sudah ditunjuk sebagai tuan rumah sejak 1998. Mereka punya waktu untuk membangun infrastruktur untuk mendukung Piala Dunia U-17.

Tempat kelahiran Dwight Yorke itu cukup berhasil menggelar Piala Dunia U-17. Beberapa warisannya, termasuk stadion masih bisa dipakai hingga hari ini. Namun, kesuksesan menjadi tuan rumah tidak diikuti dengan keberhasilan tim nasionalnya.

Trinidad and Tobago apes banget berada satu grup dengan Brasil, Kroasia, dan Australia. Tiga negara itu tengah membangun sepak bola usia mudanya. Di laga pertama, tuan rumah sudah kalah dari Kroasia.

Kemudian dihajar Australia 1-0. Terakhir, dipermalukan Brasil 6-1. Tiga kekalahan membuat tim berjuluk Soca Warriors itu tinggal menonton saja hingga Prancis menyabet gelar juara untuk pertama kalinya. Sayangnya, para pemainnya seperti Florent Sinama Pongolle gagal menjadi pemain bintang.

Peru (2005)

Kekalahan Trinidad and Tobago atas Brasil 6-1 di edisi 2001 menjadi kekalahan terbesar tuan rumah. Sebelum akhirnya dipecahkan oleh Finlandia. Di edisi berikutnya Finlandia yang tuan rumah, dihancurkan Kolombia 9-1 di edisi tahun 2003. Kita tak perlu panjang-panjang membahasnya. Singkatnya, Finlandia juga gagal di edisi itu.

Lanjut ke edisi 2005. Peru untuk pertama kalinya lolos ke Piala Dunia U-17 tahun tersebut karena ditunjuk sebagai tuan rumah. Ini juga menjadi turnamen FIFA perdana yang diikuti Peru sejak Piala Dunia 1982. Nasib mereka pun sama seperti pendahulunya. Gagal lolos dari fase grup.

Los Incas berada satu grup dengan China, Costa Rica, dan Ghana. Tiga negara tersebut sebetulnya tidaklah digdaya. Namun, karena merata, persaingannya ketat. Malang, Peru justru menjadi juru kunci. Los Incas gagal memetik satu pun kemenangan.

Mereka bahkan kalah dari China. Hanya memperoleh satu poin dan cuma finis di posisi paling kerdil, Peru pun karam. Mereka melanjutkan tradisi buruk tuan rumah Piala Dunia U-17.

Korea Selatan (2007)

Pada tahun 2007 saat girlband SNSD debut, Korea Selatan ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17. Di edisi ini ada perubahan format. Dari yang semula pesertanya hanya 16 tim, diperluas menjadi 24 tim. Dibagi menjadi enam grup. Masing-masing grupnya berisi empat tim.

Dua tim teratas di setiap grup akan lolos ke babak gugur. Empat tim urutan ketiga terbaik juga akan ikut ke babak gugur. Melengkapi menjadi 16 tim. Jadi, peluang untuk lolos ke fase gugur kian lebar. Maka dari itu, tuan rumah Korea Selatan dituntut meraih hasil maksimal.

Keberhasilan tim senior ke semifinal Piala Dunia 2002 menjadi tekanan bagi seluruh pelatih di Korea Selatan. Dilansir media Korea Selatan, Cho Sun, Taeguk Warriors muda sampai serius mempersiapkan diri. Mereka mengandalkan organisasi permainan, karena tahu kemampuan individunya tertinggal.

Park Kyung-hoon, juara Asian Games 1986 menakhodai Timnas U-17. Namun, hasil ternyata mengkhianati usaha. Korea Selatan tetap gagal ke fase gugur. Mereka finis di posisi tiga. Dua kali menelan kekalahan dan sekali menang. Hasil itu membuat mereka di pemeringkatan urutan tiga terbaik hanya menempati posisi paling buncit.

Uni Emirat Arab (2013)

Tradisi tuan rumah selalu gagal di fase grup dilanjutkan oleh Uni Emirat Arab tahun 2013. Pada edisi ini tuan rumah berada satu grup dengan sang jagoan Brasil, Honduras, dan pendatang baru Slovakia. Di laga pertama, UEA kalah dari Honduras 2-1.

Itu adalah kekalahan perdana yang mengawali kekalahan-kekalahan berikutnya. Usai ditaklukan Honduras, UEA digiling Selecao 6-1. Dua kekalahan sudah cukup untuk mengeliminasi UEA dari turnamen. Namun, mereka sejatinya masih punya kesempatan di laga terakhir fase grup.

Menghadapi pendatang baru, UEA justru kalah 2-0. UEA harus puas berada di posisi paling bungsu di Grup A. Di grup ini, justru Slovakia lolos ke 16 besar setelah berhasil menjadi salah satu dari empat peringkat tiga terbaik.

India (2017)

Sama seperti Korea Selatan, India serius ketika ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-17 tahun 2017. Apalagi saat itu untuk kali pertama India tampil di ajang tersebut. Prestasi timnas berjuluk Blue Tigers di turnamen usia muda memang tak bagus-bagus amat. India sudah tujuh kali masuk putaran final AFC U-17.

Namun, Harimau Biru selalu tersingkir dari fase grup. Satu-satunya perjalanan terbaik mereka di Piala Asia U-17 adalah tahun 2002. India waktu itu bisa melaju hingga perempat final sebelum dikalahkan Korea Selatan. Balik lagi ke Piala Dunia U-17 tahun 2017.

India menyiapkan betul Timnas U-17. Namun, di Piala Asia U-16 2016 yang bisa menjadi ajang pemanasan, India justru tampil mengecewakan di rumah sendiri. Meskipun demikian setidaknya, India punya modal berupa gelar Piala SAFF atau turnamen Asia Selatan U-16 tahun 2013 di Nepal.

Mereka juga menjadi runner-up di ajang itu pada 2011 dan 2015. Mereka juga menjalani tur ke berbagai negara, seperti Afrika Selatan, Spanyol, Jerman, bahkan Brasil tujuh minggu sebelum tahun 2016. Akan tetapi, persiapan seabrek itu tidak membuahkan hasil.

Satu grup dengan Kolombia, Ghana, dan Amerika Serikat, India selalu kalah. Harimau Biru cuma bisa menempati posisi paling kerdil di Grup A Piala Dunia U-17. Pun hanya bisa mencetak satu gol di ajang tersebut.

Italia (1991)

Bagaimana mungkin, tim yang diperkuat Alessandro Del Piero gagal total di Piala Dunia U-17? Kok bisa tim yang sudah tiga kali menyabet gelar juara dunia gagal di Piala Dunia kelompok umur? Pertanyaan yang sukar dicari jawabannya itu sangat layak kita ajukan pada Timnas Italia U-17 pada Piala Dunia U-17 tahun 1991 silam.

Pada waktu itu, Italia menjadi tuan rumah. Namun, mereka tampil sangat menyedihkan dengan tanpa satu pun meraih kemenangan. Bahkan Azzurri gagal memetik kemenangan atas China yang waktu itu menjadi tim terlemah di Grup A. Untung saja, Azzurri tidak berakhir di posisi paling bongsor.

Tim yang juga diperkuat pemain Juventus, Alessandro Birindelli itu hanya kalah dari Amerika Serikat. Namun, imbang di dua laga lainnya termasuk saat menghadapi Argentina menghentikan langkah Italia. Amerika dan Argentina yang lolos ke fase gugur.

Di turnamen ini pula akhirnya Argentina menjadi juara ketiga. Sementara Timnas Ghana yang keluar sebagai kampiun. Mengalahkan Spanyol di partai final. Well, melihat tuan rumah sebelumnya banyak yang gagal, bagaimana dengan Indonesia? Mungkinkah doa masyarakat Indonesia bisa menghapus kutukan tersebut?

Sumber: FIFA, Newsday, WorldFootball, ChoSun, FirstPost, Goal, Sportskeeda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Proudly powered by WordPress | Theme: Code Blog by Crimson Themes.